1reservoir – Israel secara resmi menyetujui rencana perdamaian Gaza yang disusun oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang dikenal dengan nama Deal of the Century. Langkah ini diambil dalam konteks meningkatnya ketegangan dan konflik antara Israel dan Palestina, khususnya di Gaza. Rencana perdamaian tersebut, yang telah menimbulkan banyak kontroversi sejak pertama kali diumumkan pada 2020, kini kembali menjadi perhatian dunia setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Israel. Namun, penerimaan rencana ini tidak luput dari pro dan kontra, baik di kalangan masyarakat internasional maupun dalam negeri.
Rencana Perdamaian Gaza: Sorotan Utama
Rencana perdamaian yang disusun oleh Trump berusaha untuk mencari jalan keluar dari konflik yang sudah berlangsung lebih dari tujuh dekade antara Israel dan Palestina. Rencana ini berfokus pada penetapan batas-batas wilayah, pengaturan status Yerusalem, serta berbagai kebijakan ekonomi dan politik untuk kedua belah pihak. Salah satu bagian yang paling kontroversial dari rencana tersebut adalah pembentukan negara Palestina yang akan dibatasi oleh wilayah-wilayah tertentu yang masih dalam kontrol Israel.
Beberapa poin utama dari Deal of the Century meliputi:
- Pembentukan Negara Palestina Terbatas
Rencana ini memberikan gambaran tentang pembentukan negara Palestina di sebagian kecil wilayah Tepi Barat dan Gaza, namun dengan kondisi yang sangat terbatas. Wilayah yang akan menjadi bagian dari negara Palestina tersebut tetap berada di bawah pengaruh keamanan dan politik Israel, dengan pembatasan yang ketat terhadap kontrol Palestina atas sumber daya alam dan hak atas keputusan politik. - Yerusalem sebagai Ibukota Israel
Salah satu keputusan paling kontroversial dalam rencana ini adalah pengakuan Yerusalem sebagai ibukota abadi Israel. Palestina, dalam rencana ini, hanya diberikan sebagian wilayah Yerusalem Timur sebagai ibukota negara mereka, yang dianggap tidak cukup bagi aspirasi Palestina untuk Yerusalem sebagai ibukota yang utuh. - Pertukaran Wilayah dan Pembayaran
Rencana ini juga mencakup skema pertukaran wilayah, di mana Palestina akan menerima sejumlah wilayah tambahan yang sebelumnya dikuasai oleh Israel, dengan kompensasi berupa bantuan ekonomi dan dukungan pembangunan dari negara-negara donor internasional. Namun, banyak yang menilai ini sebagai solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar masalah yang lebih mendalam, seperti hak pengungsi Palestina dan pengakuan terhadap hak-hak dasar mereka. - Pemerintahan Palestina yang Terbagi
Rencana Trump juga menyarankan pembentukan pemerintahan Palestina yang terbagi, dengan peran yang dominan dari pihak Otoritas Palestina (AP) di Tepi Barat, dan Hamas yang menguasai Gaza. Namun, ini memunculkan tantangan besar karena kedua kelompok ini secara historis terlibat dalam perselisihan sengit, dengan Hamas menolak rencana tersebut dan menuntut pengakuan penuh atas kemerdekaan Palestina.
Reaksi Dunia Internasional
Keputusan Israel untuk menyetujui rencana perdamaian ini telah menuai berbagai reaksi dari komunitas internasional. Negara-negara Barat, khususnya yang memiliki hubungan dekat dengan Amerika Serikat, umumnya menyambut baik langkah ini. Mereka berharap bahwa dengan adanya kesepakatan ini, akan tercipta stabilitas dan mengakhiri kekerasan yang telah berlangsung lama di wilayah tersebut.
Namun, di pihak lain, negara-negara Arab dan banyak negara berkembang menanggapi dengan skeptis, menganggap rencana ini lebih menguntungkan pihak Israel dan sangat merugikan Palestina. Banyak pemimpin Arab menyebut rencana ini sebagai “bias” terhadap Israel, karena Palestina dinilai tidak diberikan hak untuk menentukan nasib mereka sendiri secara utuh.
PBB dan berbagai organisasi internasional juga menilai bahwa rencana perdamaian ini tidak mencakup semua isu kunci yang harus diselesaikan untuk mencapai perdamaian jangka panjang. Terutama masalah pengungsi Palestina dan status Yerusalem yang tetap menjadi isu sensitif dan belum mendapatkan solusi yang adil bagi kedua pihak.
Tanggapan Palestina: Penolakan Keras dari Hamas
Di pihak Palestina, terutama dari kelompok Hamas yang menguasai Gaza, rencana ini langsung ditolak. Hamas menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah menerima kesepakatan yang meminggirkan hak-hak rakyat Palestina dan memberikan terlalu banyak konsesi kepada Israel. Dalam pidato yang disampaikan oleh pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, ia menegaskan bahwa Palestina tidak akan pernah menyerahkan hak-haknya, terutama mengenai Yerusalem dan hak kembali pengungsi.
“Tidak ada perdamaian tanpa keadilan. Kami menolak rencana yang hanya menguntungkan Israel dan merampas hak-hak rakyat Palestina,” tegas Haniyeh. Penolakan ini menggambarkan perpecahan yang dalam antara kelompok-kelompok Palestina, serta tantangan besar yang dihadapi untuk menyatukan mereka dalam satu visi perdamaian yang komprehensif.
Pendapat Para Ahli dan Pengamat
Banyak pengamat internasional menilai bahwa meskipun rencana Trump bisa menjadi titik awal untuk dialog, tetapi kenyataannya sangat sulit untuk diterima oleh pihak Palestina, terutama Hamas, yang memiliki pengaruh besar di Gaza. Rencana ini dianggap terlalu menguntungkan Israel dan tidak memberikan solusi yang menyeluruh terhadap masalah pengungsi, status Yerusalem, dan hak-hak dasar lainnya yang diinginkan oleh rakyat Palestina.
Dr. Ahmad Fawzi, seorang analis politik Timur Tengah, mengatakan bahwa meskipun ada potensi dalam beberapa aspek rencana ini untuk meredakan ketegangan jangka pendek, “Tidak ada perdamaian yang sejati yang bisa tercapai tanpa adanya kompromi yang nyata dan tanpa melibatkan semua pihak, terutama kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh besar seperti Hamas dan rakyat Palestina secara keseluruhan.”
Proses Implementasi dan Tantangan ke Depan
Meski Israel telah menyetujui rencana ini, implementasinya diperkirakan akan sangat sulit. Pertama, tidak hanya Palestina yang menolak keras, tetapi juga masyarakat internasional yang tidak sepenuhnya menerima konsep perdamaian ini. Dalam konteks politik dalam negeri Israel, keputusan ini juga mungkin mendapat tantangan dari oposisi yang mempertanyakan banyak hal dalam rencana perdamaian tersebut, termasuk status Yerusalem dan pembagian wilayah yang sangat kontroversial.
Proses implementasi rencana ini akan memerlukan perundingan panjang, baik di tingkat internasional maupun dalam negeri Israel dan Palestina. Tantangan terbesar adalah bagaimana melibatkan semua pihak dalam proses perdamaian yang seimbang dan adil.
Kesimpulan
Rencana perdamaian Gaza yang disusun oleh Donald Trump kembali menjadi sorotan setelah disetujui oleh Israel. Meskipun terdapat potensi bagi terciptanya kestabilan jangka pendek, kesepakatan ini masih jauh dari penyelesaian masalah yang lebih mendalam, dan banyak pihak, khususnya Palestina, yang merasa dirugikan. Implementasi dari rencana ini akan menghadapi berbagai tantangan besar, termasuk penolakan dari Hamas dan kurangnya dukungan dari sebagian besar dunia internasional. Perdamaian yang sejati di Gaza, tampaknya, masih memerlukan jalan panjang yang melibatkan kompromi dan pengertian yang lebih mendalam dari semua pihak yang terlibat.

