1reservoir – Anggota DPR RI, Bambang Soesatyo, yang juga dikenal sebagai Bamsoet, menegaskan bahwa pembenahan internal partai politik (Parpol) adalah langkah krusial untuk membangkitkan demokrasi Indonesia secara substantif. Bamsoet menilai, partai politik tidak hanya sebagai kendaraan perebutan kekuasaan, tetapi harus berfungsi sebagai sekolah politik bagi rakyat dan mencetak kader-kader berkualitas untuk menjaga integritas sistem politik.
Partai Politik Sebagai Jantung Demokrasi
Pernyataan tersebut disampaikan Bamsoet dalam kesempatan mengajar mata kuliah Politik Hukum dan Kebijakan Publik di Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Jakarta. Ia mengingatkan, partai politik harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Jika partai politik dikelola dengan sistem patronase, politik uang, dan rekrutmen yang tidak selektif, maka demokrasi Indonesia hanya akan menjadi prosedural belaka.
“Partai politik adalah jantung demokrasi. Kalau partai dikelola dengan patronase, politik uang, dan rekrutmen asal-asalan, maka demokrasi kita hanya prosedural belaka. Demokrasi yang sehat lahir dari partai yang transparan, akuntabel, dan demokratis di dalam dirinya,” ujar Bamsoet.
Survei Indikator Menjadi Peringatan Keras
Bamsoet mengutip hasil survei Indikator pada Januari 2024 yang menunjukkan bahwa partai politik memiliki tingkat kepercayaan publik yang sangat rendah, jauh di bawah lembaga negara lainnya. Kondisi ini, menurutnya, menjadi peringatan bagi para elit politik untuk segera melakukan evaluasi dan pembenahan menyeluruh dalam struktur partai.
Pola Rekrutmen yang Perlu Diubah
Bamsoet juga menyoroti praktik rekrutmen calon legislatif yang sering kali lebih mengutamakan popularitas daripada kapasitas dan kompetensi. Dalam hal ini, ia menilai proses seleksi yang mengutamakan popularitas artis dan figur publik, seperti yang terlihat dalam daftar anggota DPR 2024-2029, tidaklah ideal.
“Tidak ada yang salah dengan artis menjadi wakil rakyat. Popularitas boleh jadi modal awal, tetapi kapasitas harus jadi syarat utama. Proses seleksi harus transparan dan berbasis merit. Kalau partai mengabaikan itu, parlemen akan miskin gagasan dan perjuangan bagi kepentingan rakyat,” kata Bamsoet.
Politik Uang Masih Menggerogoti Demokrasi
Selain itu, Bamsoet juga menyinggung fenomena politik uang yang masih marak terjadi, seperti yang terlihat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Laporan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menunjukkan adanya 130 laporan dugaan politik uang yang masuk selama masa tenang dan pemungutan suara. Hal ini, menurut Bamsoet, dapat menggerus legitimasi hasil pemilu dan merusak kualitas demokrasi.
“Fenomena ini dapat menggerus legitimasi hasil pemilu. Kita perlu penegakan hukum yang cepat dan tepat serta penguatan penegakan hukum dan keterlibatan publik untuk mengawasi,” jelasnya.
Usulan untuk Meningkatkan Kualitas Partai Politik
Sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, Bamsoet mengusulkan beberapa langkah konkret, antara lain:
- Memperketat Kewajiban Pelaporan dan Audit Keuangan Partai: Agar publik dapat mengakses informasi mengenai siapa penyumbang dana dan bagaimana dana tersebut digunakan.
- Membentuk Komisi Etik Independen di Internal Partai: Untuk memastikan integritas dan moralitas partai tetap terjaga.
- Memperkuat Program Kaderisasi yang Terstruktur: Agar setiap partai dapat menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan kompeten.
Menurut Bamsoet, jika dana partai benar-benar transparan, jika kaderisasi berjalan sistematis, dan jika kepemimpinan partai tidak dikuasai oleh segelintir elit, maka partai akan kembali menjadi sekolah politik rakyat. Hal ini, ujarnya, adalah kunci untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia dari stagnasi.
Peran Negara dan Masyarakat dalam Reformasi Parpol
Bamsoet juga menegaskan bahwa reformasi partai politik tidak bisa dilakukan oleh partai politik itu sendiri. Negara perlu memperkuat regulasi, sementara masyarakat sipil dan media harus aktif dalam mengawasi proses politik. Pemilih, menurut Bamsoet, juga harus berani menolak politik uang dan memilih berdasarkan kualitas.
“Perubahan akan berat, karena elit yang diuntungkan dengan status quo tentu menolak. Tetapi jika tekanan publik kuat dan insentif untuk partai politik patuh diperjelas, reformasi bisa jadi pilihan rasional,” pungkas Bamsoet.
