1reservoir.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Operasi ini menjerat salah satu kepala daerah yang cukup dikenal publik, yaitu Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko.
Penangkapan tersebut menjadi sorotan besar di dunia politik dan pemerintahan daerah, karena dugaan kasusnya melibatkan praktik suap dalam pengurusan jabatan serta proyek di RSUD Harjono Ponorogo.
Menurut keterangan awal dari juru bicara KPK, Budi Prasetyo, tim penyidik langsung bergerak di lapangan setelah menerima laporan adanya transaksi mencurigakan antara pejabat daerah dan sejumlah pihak swasta.
Awal Mula Dugaan Kasus
Informasi awal menyebut, KPK telah memantau aktivitas sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo sejak beberapa waktu terakhir. Tim investigasi menemukan adanya dugaan praktik jual beli jabatan, terutama di sektor pelayanan publik dan rumah sakit daerah.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat tentang adanya permintaan sejumlah uang untuk menduduki posisi strategis di lingkungan Pemkab. Selain itu, ditemukan pula indikasi suap terkait proyek renovasi dan pengadaan fasilitas di RSUD Harjono Ponorogo, salah satu rumah sakit utama di kabupaten tersebut.
Dari hasil penyelidikan, KPK menduga bahwa uang suap digunakan untuk mengamankan posisi jabatan tertentu dan memperlancar proyek yang bernilai miliaran rupiah.
Proses Operasi Tangkap Tangan
Dalam operasi yang dilakukan secara diam-diam, KPK berhasil mengamankan sejumlah orang yang diduga terlibat dalam transaksi tersebut, termasuk Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko. Penangkapan berlangsung di beberapa titik berbeda di wilayah Ponorogo.
Selain Sugiri, tim KPK juga mengamankan beberapa pejabat dinas dan pihak swasta yang berperan sebagai perantara dalam transaksi. Dari tangan para tersangka, KPK menyita uang tunai dalam jumlah besar serta sejumlah dokumen penting terkait proyek dan mutasi jabatan.
Sumber internal menyebut, sebagian uang ditemukan dalam bentuk pecahan rupiah dan dolar, diduga sebagai bagian dari pembayaran untuk proyek pengadaan alat kesehatan di RSUD Harjono.
Dugaan Skema Jual Beli Jabatan
KPK menilai praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Ponorogo sudah berlangsung cukup lama. Pejabat yang ingin mendapatkan posisi strategis di pemerintahan diduga diminta memberikan sejumlah uang dengan nominal berbeda tergantung jabatan yang diinginkan.
Setelah uang diterima, pejabat tersebut kemudian dipromosikan atau dimutasi ke posisi yang lebih tinggi. Pola semacam ini dinilai menciptakan sistem yang tidak sehat dan berpotensi melahirkan korupsi di banyak sektor lain.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus jual beli jabatan bukan hanya merusak tatanan birokrasi, tetapi juga menjadi akar dari berbagai praktik korupsi lain.
“Begitu seseorang membayar untuk jabatan, fokusnya bukan lagi melayani masyarakat, tapi mencari cara mengembalikan modalnya. Di sinilah korupsi mulai tumbuh,” ujar Asep dalam keterangan terpisah.
Proyek RSUD Harjono Ponorogo
Selain dugaan jual beli jabatan, KPK juga menyoroti proyek di RSUD Harjono Ponorogo yang menjadi bagian dari kasus ini. Proyek tersebut mencakup pengadaan alat medis, renovasi gedung pelayanan, dan penataan sistem administrasi rumah sakit.
Nilai proyek mencapai miliaran rupiah dan melibatkan beberapa rekanan lokal. Diduga, proses lelang proyek tidak dilakukan secara transparan dan melibatkan suap untuk memenangkan kontraktor tertentu.
Dalam operasi tangkap tangan, penyidik KPK menemukan bukti kuat berupa dokumen kontrak dan komunikasi antara pejabat daerah dengan pihak kontraktor. Bukti itu menguatkan dugaan bahwa proyek RSUD Harjono menjadi salah satu sumber utama aliran dana suap.
Profil dan Perjalanan Karier Sugiri Sancoko
Sugiri Sancoko bukan nama baru di dunia politik Jawa Timur. Sebelum menjabat sebagai Bupati Ponorogo, ia sempat duduk di kursi DPRD Jawa Timur dan aktif di berbagai kegiatan partai politik.
Ia dikenal sebagai sosok yang memiliki basis dukungan kuat di kalangan masyarakat pedesaan. Pada masa kampanye, Sugiri banyak mengusung program pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan petani.
Namun, kepercayaan publik mulai goyah setelah muncul sejumlah laporan terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan di lingkungan pemerintah daerah. Kabar dugaan jual beli jabatan sudah lama menjadi isu yang beredar di kalangan pegawai, namun baru kali ini terungkap secara resmi lewat operasi KPK.
Reaksi Masyarakat dan Pemerintah Daerah
Penangkapan Sugiri Sancoko menimbulkan reaksi beragam di kalangan masyarakat Ponorogo. Sebagian warga merasa kecewa dan tidak menyangka bahwa pemimpin yang mereka pilih terlibat kasus korupsi.
“Awalnya kami percaya beliau akan membawa perubahan, tapi kenyataannya malah terjerat kasus,” ujar salah seorang warga.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyatakan akan menunggu proses hukum dari KPK sebelum mengambil langkah administratif. Sementara itu, posisi Bupati Ponorogo untuk sementara akan diisi oleh wakil bupati sesuai ketentuan undang-undang.
Sikap KPK dan Langkah Selanjutnya
KPK menyatakan bahwa penyidikan akan terus dikembangkan untuk menelusuri keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Tidak menutup kemungkinan ada pejabat lain di lingkungan Pemkab Ponorogo yang ikut menerima atau memberikan suap.
“Semua pihak yang terlibat akan kami panggil untuk dimintai keterangan. Kami pastikan proses hukum berjalan transparan,” ujar juru bicara KPK.
KPK juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan setiap dugaan jual beli jabatan atau praktik gratifikasi di pemerintahan daerah. Lembaga antirasuah itu menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi dari akar birokrasi daerah hingga pusat.
Kesimpulan
Kasus suap yang menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menjadi cermin bagaimana praktik jual beli jabatan dan korupsi proyek masih menjadi penyakit serius di pemerintahan daerah.
KPK kini diharapkan dapat menuntaskan penyidikan secara menyeluruh agar publik kembali percaya terhadap lembaga pemerintahan. Sementara itu, masyarakat Ponorogo berharap agar kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa jabatan publik harus dijalankan dengan integritas, bukan dengan uang.
Dengan terungkapnya kasus ini, publik menunggu bagaimana komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam memperkuat sistem pengawasan agar praktik serupa tidak kembali terjadi di masa depan.

Cek Juga Artikel Dari Platform liburanyuk.org
