1reservoir.com Kabupaten Kudus kini menjadi daerah dengan pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) paling besar di Provinsi Jawa Tengah untuk tahun anggaran 2026. Berdasarkan laporan dari Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset Daerah (BPPKAD) Kudus, total dana transfer dari pemerintah pusat hanya mencapai Rp1,082 triliun. Angka ini turun drastis dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,620 triliun.
Kepala BPPKAD Kudus, Djati Solechah, menjelaskan bahwa pemangkasan ini setara dengan Rp538 miliar atau 33,2 persen dari total anggaran sebelumnya. Besaran tersebut menjadikan Kudus sebagai kabupaten dengan pengurangan dana transfer terbesar di Jawa Tengah. “Penurunan untuk Kudus mencapai Rp538.032.269. Ini terbesar di Jateng. Sebagai perbandingan, Kota Semarang hanya berkurang Rp447,6 miliar,” ungkapnya.
Djati menegaskan bahwa pemangkasan ini akan berdampak langsung terhadap kemampuan keuangan daerah dalam menjalankan berbagai program publik, terutama di sektor pelayanan masyarakat dan pembangunan infrastruktur.
Dampak Terhadap Berbagai Jenis Dana
Penurunan dana transfer tersebut terjadi di hampir semua sektor. Mulai dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) baik fisik maupun nonfisik, hingga dana desa dan hibah daerah.
Menurut Djati, berkurangnya dana transfer ini merupakan hasil kebijakan penyesuaian fiskal nasional. Pemerintah pusat melakukan rasionalisasi anggaran untuk menyeimbangkan distribusi dana antarwilayah dan mengendalikan defisit anggaran. “Semua jenis dana mengalami pengurangan, termasuk alokasi khusus yang biasanya digunakan untuk proyek pembangunan,” ujarnya.
Namun, Djati menambahkan bahwa data tersebut belum mencakup Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Angka pasti DBHCHT belum dimasukkan karena surat keputusan dari Kementerian Keuangan belum diterbitkan.
Kudus Paling Terdampak di Jawa Tengah
Berdasarkan perbandingan antarwilayah, pemangkasan dana di Kudus jauh lebih besar dibandingkan kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah. Kota Semarang, misalnya, mengalami pemotongan sekitar Rp447,6 miliar, sedangkan Kabupaten Pati dan Jepara dipangkas di bawah Rp400 miliar.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Kabupaten Kudus yang selama ini mengandalkan dana transfer pusat sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan daerah. Djati menyebutkan bahwa proporsi TKD terhadap total pendapatan daerah Kudus mencapai lebih dari 70 persen, sehingga setiap penurunan memiliki dampak signifikan terhadap berbagai program kerja.
“Dengan adanya pengurangan ini, kami perlu menyesuaikan prioritas. Program yang sifatnya strategis dan mendesak akan tetap dijalankan, sementara kegiatan dengan urgensi rendah kemungkinan ditunda,” ujar Djati.
Fokus Pada Efisiensi dan Prioritas Pembangunan
Untuk menghadapi penurunan dana transfer, Pemerintah Kabupaten Kudus tengah menyusun strategi efisiensi anggaran. Beberapa langkah yang dipersiapkan antara lain rasionalisasi belanja rutin, pengurangan kegiatan seremonial, serta penundaan proyek non-prioritas.
Menurut Djati, Pemkab Kudus akan fokus pada kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. “Kami tetap memprioritaskan sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar seperti jalan dan air bersih,” katanya.
Ia juga menegaskan pentingnya sinergi antarinstansi dalam mengoptimalkan sumber pendapatan asli daerah (PAD). Sektor pajak daerah, retribusi, dan kerja sama dengan pihak swasta diharapkan bisa menjadi penopang baru untuk mengurangi ketergantungan pada dana transfer pusat.
Analisis Ekonomi: Dampak Fiskal dan Sosial
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Muria Kudus, Dr. Rendra Saputra, menilai pemangkasan dana transfer ini akan memberikan tekanan fiskal cukup besar bagi daerah. Menurutnya, Kudus memiliki beban belanja pegawai dan operasional yang tinggi, sehingga ruang fiskal untuk pembangunan semakin sempit.
“Ketika dana pusat turun, otomatis daerah harus mencari alternatif pembiayaan. Jika tidak, program pembangunan akan melambat, dan pelayanan publik bisa terganggu,” jelas Rendra.
Dari sisi sosial, pengurangan anggaran berpotensi memperlambat proyek infrastruktur di desa-desa serta pengembangan layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Pemerintah daerah perlu berinovasi dalam menggali potensi ekonomi lokal agar tetap bisa menjaga kestabilan fiskal.
Langkah Pemkab Kudus Hadapi Tantangan
Sebagai bentuk antisipasi, Pemkab Kudus tengah melakukan penyesuaian perencanaan anggaran 2026. Dinas teknis diminta menyusun ulang Rencana Kerja Anggaran (RKA) dengan skala prioritas yang lebih ketat.
Selain itu, pemerintah daerah juga berencana mengoptimalkan digitalisasi sistem pajak dan memperluas kerja sama dengan sektor swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP). Dengan cara ini, proyek-proyek strategis seperti pembangunan jalan, fasilitas kesehatan, dan sarana pendidikan tetap bisa berjalan meski dana pusat berkurang.
“Penurunan TKD memang tantangan besar, tetapi juga menjadi momentum untuk memperbaiki manajemen keuangan daerah. Kami akan berupaya meningkatkan PAD agar Kudus bisa lebih mandiri,” ujar Djati.
Penutup: Momentum Reformasi Fiskal Daerah
Pemangkasan dana transfer yang menimpa Kabupaten Kudus menjadi peringatan bagi pemerintah daerah untuk tidak bergantung sepenuhnya pada dana pusat. Situasi ini sekaligus menjadi kesempatan untuk memperkuat kemandirian fiskal dan mengembangkan potensi ekonomi lokal.
Dengan efisiensi, inovasi, dan tata kelola keuangan yang lebih baik, Pemkab Kudus diharapkan mampu menjaga stabilitas fiskal sekaligus mempertahankan kualitas layanan publik.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar kebijakan fiskal tetap berpihak pada kebutuhan masyarakat. Semangatnya adalah bekerja lebih cerdas di tengah keterbatasan,” tutup Djati.

Cek Juga Artikel Dari Platform updatecepat.web.id
