Skip to content
1reservoir
Menu
  • Sample Page
Menu

PUMA Gugat Produsen Kertas Ampelas Bermerek PUMA, Sengketa Merek Mengemuka di PN Jakpus

Posted on September 30, 2025September 30, 2025 by admin

1reservoir – Sengketa merek kembali mencuat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Kali ini, perusahaan perlengkapan olahraga internasional asal Jerman, PUMA SE, resmi menggugat produsen kertas ampelas di Indonesia yang juga menggunakan nama PUMA beserta logo kucing. Gugatan itu didaftarkan dengan nomor perkara 90/Pdt.Sus-HKI/Merek/2025/PN Niaga Jkt.Pst dan sudah tertera dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus sejak Agustus 2025.

Kasus ini menyoroti persaingan penggunaan merek dagang di Indonesia, terutama ketika merek global yang sudah lama dikenal merasa dirugikan oleh pihak lain yang mendaftarkan nama serupa di kelas produk berbeda.

Latar Belakang Gugatan

PUMA SE, yang bermarkas di Herzogenaurach, Jerman, tercatat sebagai pemilik sah merek PUMA dalam berbagai kategori atau kelas produk internasional. Di Indonesia, berdasarkan data Pangkalan Data Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, PUMA telah terdaftar dalam kelas 25 untuk kategori pakaian, sepatu, hingga sandal dengan nomor registrasi IDM000408212.

Selain itu, PUMA juga tercatat di kelas 3 untuk produk-produk seperti sabun, parfum, dan kosmetik. Tak hanya nama, perusahaan ini juga memegang hak merek atas logo ikonik Jumping Cat—gambar kucing melompat yang menjadi ciri khas produk PUMA di seluruh dunia. Logo itu terdaftar dengan nomor registrasi IDM000038626 sejak 2005 dan mendapat perlindungan hingga 2035.

Dalam gugatannya, PUMA SE menegaskan bahwa mereka adalah pemilik dan pendaftar pertama di dunia internasional atas merek “PUMA & Kucing Melompat”. Karena itu, mereka merasa terganggu dengan adanya produk kertas ampelas yang beredar di Indonesia dengan merek dan logo serupa.

Tergugat Henry Edlin dan Merek Ampelas PUMA

Pihak yang digugat dalam perkara ini adalah seorang pengusaha bernama Henry Edlin. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), ia terdaftar sebagai pemilik merek PUMA & Logo Kucing dengan warna hijau. Pendaftaran merek itu diajukan pada 3 Mei 2024 dan mendapat nomor registrasi IDM001284483, berlaku hingga 2034.

Produk yang diajukan dalam pendaftaran meliputi ampelas besi, ampelas kayu, ampelas cat duco, kertas ampelas, hingga spons abrasif untuk pengampelasan. Artinya, merek yang dimiliki Henry berada dalam kelas 3, sama dengan sebagian kelas yang juga dikuasai PUMA SE.

Di sinilah letak masalahnya. PUMA SE menilai penggunaan nama dan logo yang mirip tidak hanya berpotensi menimbulkan kebingungan di pasar, tapi juga mengurangi nilai eksklusivitas merek yang sudah mereka bangun selama puluhan tahun.

Isi Tuntutan PUMA SE

Dalam petitum yang diajukan ke PN Jakpus, PUMA SE mengajukan beberapa poin penting, antara lain:

  • Mengakui PUMA SE sebagai pemilik sah dan pendaftar pertama atas merek “PUMA & Kucing Melompat” di dunia internasional.
  • Menyatakan merek tersebut sebagai merek terkenal yang sudah diakui secara global.
  • Menilai merek “PUMA & Logo Kucing” milik Henry Edlin memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek PUMA SE.
  • Menganggap pendaftaran merek oleh Henry dilakukan dengan itikad tidak baik.
  • Meminta agar pendaftaran merek kertas ampelas PUMA atas nama Henry dibatalkan dari daftar resmi DJKI.

Selain itu, PUMA SE juga meminta agar Direktorat Merek dan Indikasi Geografis, selaku turut tergugat, menaati putusan pengadilan apabila gugatan ini dikabulkan.

Persaingan Merek dan Tantangan Hukum di Indonesia

Kasus PUMA ini bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Sengketa merek sering muncul ketika merek global berbenturan dengan merek lokal yang mendaftarkan nama atau logo serupa. Beberapa kasus serupa pernah terjadi di sektor makanan, minuman, hingga mode.

Pakar hukum kekayaan intelektual menilai, masalah ini biasanya bermuara pada penafsiran “persamaan pada pokoknya”. Artinya, meskipun jenis produk berbeda, kesamaan nama atau logo bisa dianggap merugikan salah satu pihak, terutama bila merek itu sudah terkenal secara internasional.

“Prinsipnya, perlindungan merek terkenal bisa melampaui kelas produk. Jadi, sekalipun satu pihak mendaftarkan di kategori berbeda, jika menimbulkan kebingungan konsumen, bisa dianggap pelanggaran,” ujar seorang praktisi hukum merek yang enggan disebutkan namanya.

Menunggu Putusan Pengadilan

Hingga saat ini, proses persidangan masih berjalan di PN Jakpus. PUMA SE berharap pengadilan mengabulkan seluruh gugatan mereka. Sementara itu, pihak tergugat, Henry Edlin, belum memberikan tanggapan resmi kepada media terkait tuduhan penggunaan merek dengan iktikad tidak baik.

Apapun hasilnya, kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut perlindungan merek terkenal di Indonesia. Putusan hakim nantinya bisa menjadi rujukan dalam sengketa serupa, sekaligus memberikan gambaran tentang seberapa kuat perlindungan merek internasional di ranah hukum nasional.

Archives

  • September 2025

Categories

  • Internasional
  • Nasional
  • Viral
©2025 1reservoir | Design: Newspaperly WordPress Theme